Responsive Banner design
Home » » Keracunan Informasi

Keracunan Informasi

Keracunan Informasi

Di era digital dewasa ini manusia dengan mudah mendapatkan informasi dari berbagai sumber, baik dari media cetak maupun elektronik. Manusia dengan mudahnya kebanjiran informasi setiap hari seakan – akan setiap mata melirik tepat di depan matanya berbagai macam informasi telah terpampang dengan rapi, semisal : lamaran pekerjaan, berita kriminal bahkan berita papah minta mamah baru pun tersedia sebegitu menggelegarnya seolah tak elok rasanya apabila kepala tak terisi dengan informasi terbaru yang sedang hot - hotnya. Judulnya yang overbombastis seolah telah mampu menghipnotis berbagai juta kepala manusia untuk membacanya.
Mungkin akan fair apabila isi dan judul sama bombastisnya, akan tetapi beribu – ribu jutaan informasi yang tersebar luas tak selalu memegang prinsip itu. Banyak media culas atau yang biasa disebut media kapitalis yang hanya mementingkan diri sendiri telah melupakan prinsip mulia tersebut, hanya demi keuntungan semata mereka telah tega meracuni berbagai isi kepala manusia dengan informasi yang jahat. Dengan propaganda yang mereka sebarkan banyak manusia yang tak sadar bahwa isi kepalanya telah teracuni secara rapi oleh mereka.
Sebenarnya kelicikan tersebut tidak selalu salah media – media penyebar informasi. Keteledoran yang dilakukan oleh para penerima informasi juga termasuk faktor yang sangat mempengaruhi tersebarnya racun – racun jahat yang telah diciptakan oleh para kapitalis. Banyak sekali contoh kasus adanya keracunan informasi masal yang berhasil menjangkiti beribu – ribu manusia, saya ambil studi kasus tentang bendera Al- liwa dan panji Ar-Rayah, sebenarnya kedua benda tersebut merupakan benda yang suci, didalamnya terdapat kalimat tauhid, sebuah kalimat suci yang sering dibanggakan oleh umat pemeluk agama Islam. Bendera Al Liwa' : adalah berwarna putih dan tertera di atasnya kalimah ‘LA ILAHA ILLALLAH MUHAMMAD RASULULLAH’ dengan warna hitam.Kalimah tersebut bermaksud 'Tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasulnya'.Diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Bahawa bendera Nabi Muhammad s.a.w. berwarna hitam, sedangkan panji beliau warnanya putih." Riwayat Ibnu Abbas yang lain menurut Abi Syeikh dengan lafaz, "Bahwa pada bendera Nabi Muhammad s.a.w. tertulis kalimat ‘LA ILAHA ILLALLAH MUHAMMAD RASULULLAH’. Semasa perang (jihad), bendera ini akan dipegang oleh Amirul Jihad (panglima/ketua) perang. Ia akan dibawa dan menjadi tanda serta diletakkan di lokasi Amirul Jihad tadi. Dalil yang menunjukkan perkara ini adalah perbuatan (af’al) Nabi Muhammad s.a.w. sendiri, di mana baginda (sebagai amir), semasa pembukaan kota Makkah telah membawa dan mengibarkan bendera putih bersamanya. Dari Jabir, "Bahwa Nabi Muhammad s.a.w. memasuki Makkah dengan membawa Bendera Al Liwa' berwarna putih." [HR Ibnu Majah]. An-Nasa'i juga meriwayatkan Hadis melalui Anas bahawa semasa Nabi Muhammad s.a.w. mengangkat Usama ibn Zaid sebagai Amirul Jihad (panglima) pasukan ke Roma, baginda menyerahkan Bendera Al Liwa' kepada Usama ibn Zaid dengan mengikatnya sendiri. Panji Ar Rayah adalah berwarna hitam, yang tertulis di atasnya kalimah ‘LA ILAHA ILLALLAH MUHAMMAD RASULULLAH’ dengan warna putih. Hadis riwayat Ibnu Abbas di atas menjelaskan hal ini kepada kita. Semasa jihad, ia dibawa oleh ketua setiap unit (samada Division, Batalion, Detachment ataupun lain-lain unit). Dalilnya adalah Nabi Muhammad s.a.w., semasa menjadi panglima perang di Khaibar, bersabda, "Aku benar-benar akan memberikan panji (rayah) ini kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, lalu Rasulullah memberikan panji itu kepada Ali." [HR Bukhari]. Saidina Ali karramallahu wajhah pada masa itu boleh dikatakan bertindak sebagai ketua division ataupun regimen. Seharusnya apabila merujuk dalil – dalil diatas merupakan sebuah kemuliaan kedua benda tersebut, akan tetapi dewasa ini banyak manusia telah teracuni oleh media yang tak bertanggung jawab, media secara rapi telah mendogmakan sesuatu yang jahat kepada banyak kepala manusia. Dewasa ini banyak orang memandang kedua benda tersebut dengan citra yang jelek, banyak yang menstempelkan kedua hal tersebut merupakan tindak kejahatan, dalam hal ini adalah terorisme. Paradigma masyarakat telah terbangun dengan rapi bahwa kedua hal tersebut telah terafiliasi dengan sebuah kelompok teror yang telah meresahkan dunia. Sebagai contoh saya sendiri seringkali mendapatkan ucapan tak menyenangkan, dikarenakan saya memegang atau menggunakan kedua benda tersebut sebagai foto profil pada media sosial saya, banyak sekali ucapan yang terlontar bahwa saya telah terafiliasi dengan kelompok suatu organisasi yang telah melakukan terorisme. Seharusnya apabila kita telaah lebih jauh antara kegiatan membunuh orang yang tidak bersalah dengan yang memegang atau menggunakan kedua benda tersebut untuk menyatakan kebanggaan kepada agamanya atau untuk berjuang demi tegaknya kembali bedera tersebut sebagai perisai umat tanpa menyalahi hukum syara’, atau kegiatan lainya asal tak menyalahi hukum syara’ adalah hal yang berbeda. Jika menggunakan kedua benda tersebut telah jelas menyalahi hukum syara’ sebagai contoh membunuh orang yang tak layak dibunuh dalam pandangan syara’ itu layak untuk dicela dengan perkataan yang menjijikan seperti dicap teroris atau semacamnya, tetapi apabila mencap seseorang yang tak pernah menyalahi hukum syara’ dengan perkataan yang menyedihkan merupakan perbuatan dosa yang Allah pun mencelanya. Seharusnya sebagai orang yang hendak menelan informasi tidak untuk terburu – buru menelanya, apabila dianalogikan dengan orang makan maka hendaknya mengunyah makanan hingga lembut baru memakannya.
Dalam hal ini Islam telah mengedukasi kepada pemeluknya disaat akan menelan sebuah informasi. Islam telah mengajarkan untuk para pengikutnya agar bertabbayun terlebih dahulu untuk dapat menelan sebuah informasi. Tabbayun (mencari kejelasan) dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan teliti yang bersifat obyektif, rasional dan empiris. Sebagai contoh apabila kita mendapatkan suatu berita tentang seseorang hendaknya kita meminta klarifikasi dari orang yang bersangkutan setelah itu kita kaitkan dengan berbagai fakta dan data dari sumber yang lain baru setelah melakukan penelitian yang mendalam kita boleh menarik kesimpulan. Kuncinya adalah tidak gegabah dalam menelan informasi. Wallahu A’lam Bishawab
Semoga bermanfaat apa bila ada kelebihan itu datangnya dari Allah Swt. dan apa bila ada kekurangan itu semua bersumber dari saya. Saudaramu Satrio Haryo Yudanto.



0 komentar:

Posting Komentar

About Our Blog

Diberdayakan oleh Blogger.